Di Youtube kita melihat para tokoh2 Kristen, para pendeta mendoktrin jemaatnya di gereja bagaimana umatnya mesti berpolitik. Lihatlah video Prof. J Sahetapy yang beceramah politik didepan ratusan jemaat : _sayalah yg mengusulkan agar UUD kita diamandemen sehingga untuk menjadi presiden tak perlu lagi orang Indonesia asli..... Inilah saat kita umat Kristen mengambil alih kepemimpinan di negeri ini_.....(sambil diiringi tepuk tangan riuh dari jemaatnya).Lihat disini : https://www.youtube.com/watch?v=WA96sKEjAKg
Lalu kita umat Islam bagaimana ? Padahal ayat2 tentang tuntunan “apa, siapa dan bagaimana” dg teman, pemimpin begitu banyak dalam Al-Quran. Misalnya :
- _Janganlah orang2 beriman menjadikan orang kafir sebagai pemimpin_ .....(Ali Imran : 28)
- _Hai orang2 yg beriman ! Janganlah kamu menjadikan orang2 kafir sebagai pemimpin_...(An Nisa’ : 144)
- _Hai orang2 yg beriman ! Jangan jadikan orang Yahudi/Nasrani sebagai pemimpin_...(Al Maidah : 51)
Ini adalah sebagian ayat yang berkaitan dengan politik. Kata “jangan” disini bermakna haram, sedangkan “pemimpiin” yang dimaksud disini bisa bermakna orang atau lembaga (partai). Seharusnya para ulama dan mubaligh tidak menyembunyikan ayat ini tapi mengupas habis serta menyampaikannya kepada umat minimal saat pesta demokrasi. Begitu pula umat Islam jauh-jauh hari telah memahami ayat ini dan menyadari bahwa haram hukumnya memilih orang dan partai non Islam. Tapi ironinya, banyak umat yang tak tahu dengan ayat2 tersebut.
Dalam makanan saja ada prinsip halalan toyyiban. “Halal dan toyib” ini satu kesatuan yg tak bisa dipisahkan. Kata sambungnya “dan” bukan “atau”. Kalimatnya bukan “halal atau toyib”. Jika dagingnya halal namun digoreng dg minyak babi, hasilnya haram. Atau daging babi digoreng dg minyak halal hasilnya haram. Apalagi yang digoreng daging haram dengan minyak babi. Islam menuntut seluruh prosesnya halal dan baik. Apalagi masaalah politik dan berdemokrasi, konsep halalan toyyiban ini harus lebih prinsipil karena berkaitan dengan kemaslahatan bangsa, agama dan umat, sekarang dan akan datang.
PDIP adalah partai besar di negeri ini. Dia bisa meraksasa karena kontribusi umat Islam. Padahal partai ini adalah hasil berfusinya Parkindo (Partai Kristen Indonesia) dan Partai nasionalis. Jadi otomatis PDIP adalah partai kafir Kristen. Begitu pula dengan partai Perindo dan Partai Sejahtera. Apakah pernah partai ini pro Islam dalam makna yang sesungguhnya ? Karena itu sangatlah haram bagi umat Islam memilih partai ini, termasuk seluruh calon-calon yang diajukannya, walau beragama Islam sekalipun dan telah haji 1000 kali. Atau sebaliknya, haram memilih orang kafir walau dicalonkan oleh partai Islam.
Tapi fenomena yang terjadi, betapa banyak umat Islam yang menyalurkan aspirasinya kepada partai Kristen PDIP dan Perindo, bahkan ikut jadi pengurus dan membesarkannya. Mereka ber-KTP Islam, tak sedikit yang bernama syar’i, bergelar kyai, haji, buya, bertitel professor doctor, tokoh, bahkan jadi pemimpin di organisasi masa Islam, tapi mereka tak lebih adalah serigala berbulu domba. _Na’uzubillahiminzaalik_.
Padahal Allah SWT begitu tegas dalam Al Quran : _Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih_ (An-Nisa : 138).
Siapakah orang munafik itu ? _Orang munafik adalah orang2 yang menjadikan orang2 kafir sebagai pemimpin dan meninggalkan orang2 mukmin_ (An Nisa’ : 139).
Jika mengacu kepada ayat ini, tak bisa dipungkiri orang-orang Islam yang menyalurkan aspirasi ke partai kafir, ikut mengurus dan membesarkannya, memilih non muslim sebagai pemimpin atau wakil rakyatnya, masuk kedalam kelompok munafik.
Saking murkanya Allah SWT dengan kelompok pengkhianat agama ini sehingga di akhirat nanti siksanya jauh lebih dahsyat ketimbang orang kafir bahkan nerakanya dibawah neraka orang kafir : _neraka orang2 munafik tempatnya paling bawah, bahkan dibawah orang kafir dan musyrik_ (An-Nisa’ : 145).
Sekarang lihatlah hasilnya ! Partai kafir menjadi mayoritas, media kafir merajalela. Kaum kafir, muslim abal-abal, menguasai begitu banyak posisi strategis di eksekutif, legislatif, yudikatif, dan ekonomi, dari pusat sampai daerah, dari tingkat RT sampai kepala Negara. Apakah ini semua terjadi karena kepintaran umat Islam atau sebaliknya –akibat kebodohan yang telah berurat dan berakar ?
Ingat..! Sebentar lagi 2017 Jakarta akan memilih gubernur, begitu pula daerah lain. Dan 2019 kita akan pemilu presiden, DPRD/DPR/MPR. Akankah kafir dan munafik kembali merajalela ? Akankah kembali umat Islam terperosok ke lobang yang sama berkali-kali. Wallahu’alam.